a:hover { color: #000fff; text-transform: uppercase; font-weight: bolder; font-size: 15px; background-image: url(http://i909.photobucket.com/albums/ac297/heryymanjala/th_stars1.gif);

Kamis, 07 Maret 2013

TUNADAKSA MUSLIM SANG INSPIRATOR


Nah pernahkah anda mendengar nama Safrina Rovasita ? bila belum, maka perkenankan lah saya memperkenalkannya. Safrina atau Nina panggilan akrabnya, lahir di yogya 1 Mei 1985 dari empat bersaudara, merupakan salah satu dari gadis yang menyandang difabel tersebut, tepatnya tunadaksa. Tunadaksa ini dapat dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu kelainan pada sistem cerebral dan kelainan pada sistem otot rangka. 
Nina
Nina sendiri adalah seorang cerebral palsy (CP) atau kerusakan/kelainan bagian otak pada syaraf pusat motorik. Sehingga bila ia berbicara kurang jelas dan gerakan badan yang tidak terkontrol.
Namun kekurangan itu bukan menjadi halangan bagi dia. Seperti apa yang ia ungkapkan kepada saya…
Keadaan ini sudah ia bawa sejak kecil ketika orang tua nya memasukkan dia ke dalam SD-LB D Jurusan Tuna Daksa SLB Negeri 3 Yogyakarta/ sekarang SLB N I Bantul. Selama 3 tahun ia menempuh pendidikan disana, namun ia bisa dengan mudah menyelesaikan semua pelajaran yang dikasih oleh guru nya. Pada sampai suatu saat ia bilang kepada ibu nya untuk membelikan buku yang seperti kepunyaan kakak nya yaitu buku SD biasa. Ternyata ia dengan mudah menyerap nya. Lalu ia pun dipindahkan ke SD, namun ia harus mengulang dari kelas satu lagi.
Hari pun berganti, ia pun selesai menamatkan SD nya dengan baik. Biasanya orang yang berkemampuan seperti Nina ini akan meneruskan ke sekolah yang sesuai dengan keadaannya. Tapi hal ini tidak berlaku buat Nina. Ia meminta kepada Ibu nya supaya dimasukkan ke sekolah umum. Hal itu pun dituruti oleh Ibu nya. Namun sayangnya beberapa sekolah yang didatangi oleh Ibunya, dengan menjelaskan keadaan anaknya, pihak sekolah selalu memberikan argumen yang bermacam-macam. Intinya menolak untuk menerima siswa seperti Nina. Beruntunglah ada kepala sekolah yang mengerti keadaan tersebut, lalu diterimalah ia di SMP 2 Depok. Nina tidak terlalu banyak menceritakan pengalaman sosialnya ketika SMP, ia hanya bercerita tentang prestasi nya. Ia selalu rangking di kelasnya dan nilainya lebih tinggi dari kakak nya.
Lalu sampailah ia pada ujian masuk ke SMA. Ia menuturkan, ketika ujian itu ia dibantu oleh fasilitator untuk membantu membulatkan jawaban. Lalu ia  pun mendambakan sekolah di SMA N 6 Jogja, sayang seribu sayang, harapan untuk masuk tidak tercapai. Posisi dia berada di urutan 361 sedangkan yang diterima sampai urutan 360, dengan perbedaan nilai 0,05. Ia pun menangis atas kejadian itu. Maka ia pun melanjutkan ke sekolah swasta, SMA GAMA.
disini ia mulai menuturkan hubungan sosialnya. Waktu kelas satu, ia dijauhi oleh teman-temannya. Walaupun kata dia, ia mempunyai sahabat yaitu teman sebangkunya. Tapi tidak terlalu jelas juga, soalnya bicaranya suka ngaco. Ia menuturkan alasan dijauhi teman-temannya, ia enggan memberikan jawaban ketika ujian sekolah ataupun pas ulangan. Ketika kelas 2, ia hanya mempunyai beberapa teman lalu sampai pada kelas 3  akhirnya mempunyai cukup banyak teman, ia menyebutnya geng. Namun geng ini merupakan orang-orang yang tidak punya teman di sekolah tersebut.
Di SMA ini pula ia memiliki prestasi yang bagus, mulai dari kelas 1 hingga 3 ia selalu mendapatkan nilai yang bagus. Bahkan ketika percobaan Ujuan Nasional (UN), dia satu-satunya yang lolos di sekolah tersebut. Menjelang UN yang sebenarnya, ia pun sudah mempersiapkan dengan baik. Lalu salah satu guru sedikit bergurau kepada dia, kalau ujian ya sedikit dikasih tau temannya biar kamu tidak dijauhi oleh teman-teman kamu.
Lalu ia pun menuruti kata gurunya tersebut, ia membantu salah satu temannya ketika ujian berlangsung. Namun sangat disayangkan, pihak sekolah tidak memberikan fasilitator untuk Nina. Padahal ibu nya sudah meminta berkali-kali, bahwa ia tidak bisa membuat bulatan dengan baik, karena kekurangan tersebut. Dan ujian pun tetap berlangsung.
Ketika pengumuman tiba, teman yang dibantunya itu pun memberitahukan kepada Nina bahwa ia lulus dan ia pun mengucapkan terima kasih kepada Nina. Namun sayang nya, keadaan sebaliknya buat Nina. Ia tidak lulus, padahal ia membantu teman itu dengan memberikan jawaban ketika UN.
Bukan Nina namanya kalau ia menyerah, Ia pun mengulang lewat paket C. Ketika akan ujian ternyata lagi-lagi ia tidak dikasih fasilitator oleh pihak yang menyelenggarakan ujian paket C tersebut. Lalu ia pun menangis di pihak tersebut dan untungnya pihak tersebut memberikan fasilitator untuk membantu ia membulatkan lembar jawaban ujian nya. Ia pun lulus dengan nilai diatas 5.
Berhubung waktu SMA nilai raport ia bagus, maka ia pun dengan mudah masuk ke UNY lewat jalur PMDK.  Ia diterima di jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB). Di kampusnya ia pun termasuk aktip, bergabung dengan organisasi difable motorcross (DMC) dan Sigap, ia pun pernah aksi di jalanan untuk memperjuangkan hak hak penyandang difabel.  Katanya, ia merupakan lulusan pertama CP di universitas tersebut bahkan menurut ia lagi, ia merupakan orang ketiga di Indonesia sebagai penyandang CP yang lulus dari sebuah universitas. Lulus dari UNY ia pun lalu bekerja di SLB Yapenas bulan Agustus 2010 untuk siswa-siswi CP
Bencana tidak dapat diramalkan, Merapi menunjukkan keperkasaannya. Ketika sebagian orang-orang pada berbondong-bondong meninggalkan jogja. Ada hal yang berbeda dimata Nina, sebagai salah satu penyandang difabel ia merasa terketuk hatinya ketika melihat bencana tersebut. Apalagi ia bisa merasakan sulitnya bagi kaum difabel ketika bencana, baik itu evakuasi maupun ketika di pengungsian.
Dalam keterbatasan dia, bersama teman-temannya ia berjuang membantu orang-orang difabel dalam memenuhi kebutuhan logistiknya. Dia juga menuturkan bagaimana ketika akan menolong malah orang lain merasa iba terhadap dia. Ia juga berjuang di tempat pengungsian dengan mendata yang termasuk difabel, baik itu di maguwoharjo dan UNY. Ketika orang lain sibuk dengan yang terlihat, ia berusaha mencari yang terlupakan.
Sampai pada akhirnya ia pun selesai menjadi relawan. Ia pun menulis kisahnya ketika ia menjadi relawan yang diadakan oleh Bank Indonesia Yogyakarta. Kisah dia dalam tulisan tersebut menjadi juara II lomba menulis kisah nyata Merapi kategori relawan. Judulnya berbagi dalam keterbatasan.
Di akhir ngobrol-ngobrol saya dengan dia. Nina mengatakan ingin sekali melanjutkan sekolahnya lagi, S2. Lalu saya pun bertanya, apa yang ingin mbak teliti. Ia mengatakan, bahwa ia ingin sekali melihat hubungan toleransi bila anak yang berkebutuhan khusus tersebut di gabung dengan anak sekolah biasa. Katanya bahwa itu akan membiasakan kehidupan sosial mereka untuk menerima yang khusus, bila seperti ini terasa seperti di kotak-kotakan. Karena pada akhirnya mereka harus berbaur di kehidupan umum tidak selamanya harus dalam kekhususan.
Akhir kata saya ingin mengucapkan terima kasih buat mbak Nina atas waktunya, kesan saya ketika pertama kali berbicara dengan mbak, sangat hangat, di luar dugaan saya. Mbak bisa tertawa lepas ketika menceritakan kembali masa lalunya yang mungkin tidak tercatat dengan baik di kepala saya. Karena waktu yang mepet. Semoga semangat mbak bisa di tiru para difabel lainnya dan oleh kita-kita yang tidak difabel. Saya ingin mengatakan, dalam keterbatasan saja mbak Nina bisa berbuat dan berjuang untuk kebaikan. Saya tidak akan meneteskan airmata kesedihan untuk mbak tapi genggaman tangan yang hangat dan optimis , Semoga sukes selalu Nina !!
untuk kenal lebih dekat bisa add FB nya di langit_nina@yahoo.com

Rabu, 06 Maret 2013

Jangan Buruk Sangka / Menduga Hati Manusia


Jangan Buruk Sangka / Menduga Hati Manusia

Pembaca Hati
Pembaca Hati
Allah melarang kita untuk buruk sangka / menduga-duga hati manusia. Tidak bisa kita mengatakan seseorang sebagai pura-pura, taqiyyah, bohong, dan sebagainya. Yang bisa kita nilai adalah yang zahir seperti ucapan dan perbuatan. Jika ucapannya menyimpang, baru kita bisa bilang mereka salah. Atau jika ucapannya baik, tapi perbuatannya menyimpang. Tapi selama perkataan dan perbuatan seseorang lurus, kita tidak boleh menghujat mereka. Kita bukan mind reader. Kita bukan pembaca pikiran atau pun pembaca hati manusia! Hanya Allah yang tahu hati manusia! Ini dalil-dalilnya:
Larangan berburuk sangka/curiga:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Berhati-hatilah terhadap buruk sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh. (HR. Bukhari)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam” kepadamu [Atau La ilaaha illallahu]: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu [dulu mukmin tsb juga kafir], lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An Nisaa' 94]
Tidak bisa kita mengkafirkan orang yang mengucapkan Tahlil hanya dengan dugaan buruk. Apalagi sampai membunuhnya:
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a.: Rasulullah SAW. pernah mengirimkan kami dalam suatu pasukan (sariyyah); lalu pada pagi hari kami sampai ke Huruqat di suku Juhainah, di sana saya menjumpai seorang laki-laki, dia berkata, “La ilaha illallah – tiada tuhan selain Allah,” tetapi saya tetap menikamnya (dengan tombak), lalu saya merasakan ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Setelah sampai di Madinah, saya memberitahukan hal tersebut kepada Nabi SAW., lalu beliau bersabda, “Dia mengatakan, ‘La ilaha illallah’, kemudian kamu membunuhnya?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh dia mengatakannya hanya kerana takut pada senjata.” Beliau bersabda, “Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?” Demikianlah, beliau berulang-ulang mengucapkan hal itu kepada saya sehingga saya menginginkan seandainya saya masuk Islam pada hari itu saja. Sa’ad berkata, “Demi Allah, saya tidak membunuh seorang Muslim sehingga dibunuhnya oleh Dzul Buthain, maksudnya Usamah.” Lalu ada orang laki-laki berkata, “Bukankah Allah SWT. telah berfirman, Dan perangilah mereka supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah (QS Al-Anfal (8): 39).” Lalu Sa’ad menjawabnya, “Kami sudah memerangi mereka supaya jangan ada fitnah, sedangkan kamu bersama kawan-kawanmu menginginkan berperang supaya ada fitnah.” (1: 67 – 68 – Sahih Muslim)
Kita ulangi perkataan Nabi di atas:
“Tidakkah kamu belah dadanya, lalu kamu keluarkan hatinya supaya kamu mengetahui, apakah hatinya itu mengucapkan kalimat itu atau tidak?”
Begitu Nabi mengatakan berulang-ulang ke Usamah sehingga Usamah amat menyesal sekali dan tidak pernah lagi membunuh seorang Muslim/yang mengucapkan Tahlil sehingga beliau terbunuh.
Dari Usamah bin Zaid ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.
Dari Jundub bin Abdullah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengirimkan sepasukan dari kaum Muslimin kepada suatu golongan dari kaum musyrikin dan bahwa mereka itu telah bertemu -berhadap-hadapan. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin menghendaki menuju kepada seorang dari kaum Muslimin lalu ditujulah tempatnya lalu dibunuhnya. Lalu ada seorang dari kaum Muslimin menuju orang itu di waktu lengahnya. Kita semua memperbincangkan bahwa orang itu adalah Usamah bin Zaid. Setelah orang Islam itu mengangkat pedangnya, tiba-tiba orang musyrik tadi mengucapkan: “La ilaha illallah.” Tetapi ia terus dibunuh olehnya. Selanjutnya datanglah seorang pembawa berita gembira kepada Rasulullah s.a.w. -memberitahukan kemenangan-, beliau s.a.w. bertanya kepadanya -perihal jalannya peperangan- dan orang itu memberitahukannya, sehingga akhirnya orang itu memberitahukan pula perihal orang yang membunuh di atas, apa-apa yang dilakukan olehnya. Orang itu dipanggil oleh beliau s.a.w. dan menanyakan padanya, lalu sabdanya: “Mengapa engkau membunuh orang itu?” Orang tadi menjawab: “Ya Rasulullah, orang itu telah banyak menyakiti di kalangan kaum Muslimin dan telah membunuh si Fulan dan si Fulan.” Orang itu menyebutkan nama beberapa orang yang dibunuhnya. Ia melanjutkan: “Saya menyerangnya, tetapi setelah melihat pedang, ia mengucapkan: “La ilaha illallah.” Rasulullah s.a.w. bertanya: “Apakah ia sampai kau bunuh?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian beliau bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, mohonkanlah pengampunan -kepada Allah- untukku.” Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bagaimana yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” Beliau s.a.w. tidak menambahkan sabdanya lebih dari kata-kata: “Bagaimanakah yang hendak kau perbuat dengan La ilaha illallah, jikalau ia telah tiba pada hari kiamat?” (Riwayat Muslim)
Untuk hal yang buruk/jahat, Allah tidak menghitung niat atau hati kita selama kita tidak mengucapkannya atau melakukannya:
Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah melewati (tidak memperhitungkan) kata hati pada umatku, selama mereka tidak mengatakannya atau melakukannya. (Shahih Muslim No.181)
Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.: Dari Rasulullah saw. tentang apa yang diriwayatkan dari Allah Taala bahwa Allah berfirman: Sesungguhnya Allah mencatat kebaikan dan kejelekan. Kemudian beliau (Rasulullah) menerangkan: Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat niat itu sebagai satu kebaikan penuh di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan baik dan mengerjakannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat hingga kelipatan yang sangat banyak. Kalau ia berniat melakukan perbuatan jelek, tetapi tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatat hal itu sebagai satu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Jika ia meniatkan perbuatan jelek itu, lalu melaksanakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu kejelekan. (Shahih Muslim No.187) 
Jadi berhentilah menduga-duga hati manusia. Kalau ada yang bilang “Tuhan saya bukan Allah”, baru kita bisa mengkafirkan dia. Atau kalau ada orang yang tengah menganiaya orang yang lemah, baru kita boleh menghentikan kezalimannya. Tapi kalau cuma di hati saja, ya biarkan saja. Serahkan kepada Allah.
Lantas, bagaimana kita mengetahui Orang Munafik?
Tetap saja kita menilainya secara zahir dari lisan dan perbuatan mereka. Misalnya lisan dengan lisan, atau lisan dengan perbuatan. Jika saat bertemu kita mereka mengaku beriman, tapi dengan teman-teman mereka mereka mengaku tidak beriman, itu artinya mereka bohong.
Nabi Muhammad SAW: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. “(HR. Muslim)
Atau jika mereka mengaku Pembela Islam, tapi kenyataannya mereka bekerjasama dengan orang-orang kafir memerangi sesama Muslim, itu berarti mereka munafik. Kita menilainya secara zahir.
Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [Al Maa-idah 51]
Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai ummat Islam:
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52]
Jika ada sesuatu hal yang meragukan kita, hendaknya kita bertanya pada jumhur ulama yang lurus. Jangan menduga-duga apalagi main comot berita dari internet yang sumbernya tidak jelas.
“…Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” [An Nahl 43]


Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2013/02/11/jangan-buruk-sangka-menduga-hati-manusia/

Senin, 04 Maret 2013

Antara kita dan Difabel

Suasana Syawalan di Sekolahan

Diantara kehidupan yang berragam di sekeliling kita terdapat teman dan sodara yang mendapatkan kelebihan dari Allah " difabel'
Dari sisi persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyyah), mereka juga pada hakikatnya 
adalah saudara dari satu garis keturunan, yaitu Adam. 

Persaudaraan ini akan semakin bermakna jika diperkuat dengan saling tolong-menolong. Di sisi lain, bila yang bersangkutan adalah Muslim maka penekanannya akan bertambah. 

Sebab, ia juga merupakan saudara seiman. Maka, iman tersebut akan semakin sempurna dengan saling cinta-mencintai dan kasih-mengasihi. Perwujudannya, lewat saling tolong-menolong. (HR Muslim)

Memerhatikan para penyandang difabel dikategorikan pula sebagai bentuk perbuatan baik yang diperintahkan Allah. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS an-Nahl [16]: 90). 

Ini ditegaskan pula dalam hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa Allah telah menetapkan pentingnya kebajikan dalam segala hal. (HR Muslim). 

Apalagi, bila yang bersangkutan tengah diliputi kondisi yang tak mengenakkan dan serba kesulitan. Maka, bila ia teledor dan lalai memerhatikannya maka seperti yang ditegaskan sebuah hadis, ia tak berhak atas perlindungan Allah.

PemerintahProf Ismail mengatakan, pemerintah dituntut memerhatikan dan memberdayakan para penyandang difabel. Tanggung jawab ini seperti yang ditegaskan pada banyak teks syariat. Misalnya, soal tanggung jawab pemerintah untuk mengurus dengan baik para warganya. Ini sesuai dengan hadis riwayat Bukhari-Muslim.

Di satu sisi, kata dia, perhatian pemerintah juga mesti diprioritaskan untuk mereka. Suatu saat, Abu Maryam al-Azdi, pernah berpesan satu hadis kepada Mua’wiyah. Hadis itu berisi ancaman bagi pemimpin yang lalai memenuhi kebutuhan para penyandang difabel. Riwayat ini dinukilkan dari Abu Dawud dan at-Tirmidzi.